BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam berinteraksi anatara individu dalam suatu
kelompok atau masyarakat kadang-kadang ditemukan orang-orang yang menunjukan
prasangka terhadap individu atau sekelompok orang tertentu. Prasangka adalah
sikap negative terhadap sesuatu. Objek pasangka dapat individu, kelompok, atau
ras. Prasangka terhadap kelompok disebut stereotip. Keduanya dapat mengakibatkan
timbulnya diskriminasi.
Prasangka dan diskriminasi merupakan dua istilah yang
sangat berkaitan. Prasangka merupakan sikap, sedangkan diskriminasi merupakan
tindakan. Seseorang mempunyai prasangka rasial biasanya bertindak diskriminatif
terhadap ras yang diprasangkanya. Sekalipun demikian, bisa saja seorang
bertindak diskriminatif tanpa didasari oleh prasangka ataupun sebaliknya,
seseorang yang berprasangka dapat bertindak bertindak tidak diskriminatif.
Prasangka mengandung unsur emosi (suka-tidak suka) dan
pengambilan keputusan yang tergesa-gesa, tanpa diawali dengan pertimbangan yang
cermat. Biasanya ada unsur ketidakadilan dalam prasangka karena keputusan yang
diambil didasarkan atas penilaian yang lebih subjektif atau emosional daripada
pertimbangan berdasarkan fakta subjektif. Tentu adanya prasangka ini dapat
menganggu interaksi seseorang dengan orang yang diprasangkainya dan dapat
mengganggu interaksi dalam kelompoknya dan mereka menjadi anggota. Hal
tersebutlah yang menlatar belakangi penulis dalam membuat makalah ini.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, maka yang menjadi rumusan dalam penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa itu konsep dasar prasangka sosial
?
2. Apa saja sumber prasangka social ?
3. Bagaimana dampak prasangka social ?
4.
Bagaimana
upaya mereduksi prasangka
social ?
C. Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penulisan malakah ini
adalah :
1. Mengetahui konsep dasar prasangka sosial
2. Mengetahui sumber prasangka social
3. Mengetahui dampak prasangka social
4.
Mengetahui
upaya mereduksi prasangka
social
BAB
II
PRASANGKA
SOSIAL
A. Konsep Dasar Prasangka Sosial
1. Pengertian Prasangka Sosial
Prasangka
merupakan sikap (biasanya negatif) kepada anggota kelompok tertentu yang hanya
didasarkan pada keanggotaan mereka dalam kelompok. Misalnya, karena pelaku
pemboman di Bali adalah orang Islam yang berjanggut lebat, seluruh orang Islam
terutama yang berjanggut lebat, dicurigai memiliki iktikad buruk untuk meneror.
Menurut
Daff dalam Bambang Samsul Arifin (2015:186) memberikan definisi prasangka lebih spesifik,
yaitu kecenderungan untuk menilai secara negatif orang yang memiliki perbedaan
dari umumnya orang dalam hal seksualitas, ras, etnis, atau yang memiliki kekurangan
pada kemampuan fisik.
2. Komponen Pendukung Prasangka
Menurut
Poortinga dalam Bambang Samsul Arifin (2015:188) prasangka memiliki tiga faktor utama, yaitu
stereotip, jarak sosial, dan sikap diskriminasi . stereotip memunculkan
prasangka, lalu karena prasangka, terjadi jarak sosial dan setiap orang yang
berprasangka cenderung melakukan diskriminasi.
a. Stereotip
Stereotip adalah
kombinasi dari ciri-ciri yang paling sering diterapkan oleh suatu kelompok
terhadap kelompok lain, atau oleh seseorang kepada orang lain.
Stereotip berfungsi
menggambarkan realitas antarkelompok, mendefinisikan kelompok dalam kontras
dengan yang lain, membentuk image kelompok lain (dan kelompok sendiri) yang
menerangkan, merasionalisasi, dan menjustifikasi hubungan antarkelompok dan
perilaku orang pada masa lalu, sekarang, dan akan datang di dalam suatu
hubungan.
Melalui stereotip, kita
bertindak menurut sesuatu yang dianggap sesuai terhadap kelompok lain. Misalnya, terhadap etnis Jawa memiliki
stereotip lemah lembut dan kurang suka berterus terang, kita akan bersikap
selembut-lembutnya dan berusaha untuk tidak mempercayai begitu saja apa yang
diucapkan mereka.
b. Jarak
Sosial
Jarak sosial merupakan
satu posisi yang diberikan oleh anggota kelompok yang berprasangka kepada
kelompok lain dalam persoalan simpati. Jarak sosial adalah jarak psikologis
yang terdapat di anatara dua orang atau lebih yang berpengaruh terhadap
keinginan untuk melakukan kontak sosial yang akrab. Jauh dekatnya seseorang
dengan orang lain dapat dilihat dari ada atau tidaknya keinginan berikut:
1) Saling
berbagi
2) Tinggal
dalam pertetanggan
3) Bekerja
bersama
4) Berkaitan
dengan pernikahan
c. Diskriminasi
Diskriminasi adalah
perilaku menerima atau menolak seseorang berdasarkan keanggotaannya dalam
kelompok. Misalnya, banyak perusahaan yang menolak memperkerjakan karyawan dari
etnis tertentu. Ada pula organisasi yang hanya menerima anggota dari etnis
tertentu meskipun organisasi tersebut sebagai organisasi publik yang terbuka
untuk umum.
3. Penyebab terjadinya Prasangka Sosial
Menurut
David L.Watson dalam Bambang Samsul Arifin (2015:193) yang mengemukakan lima
penyebab prasangka sosial, yaitu:
a. Situational
Causes (Penyebab yang Bersifat Situasional)
Misalnya, pada saat kampanye pemilihan
umum, orang dalam partai politik saling berprasangka satu sama lain.
b. Historical
Explanations (Penjelasan Bersifat Sejarah)
Meskipun penjelasan yang bersifat
sejarah merupakan penjelasan awalpangkal prasangka terhadap kelompok tertentu,
faktor-faktor lain juga harus dipertimbangkan
c. Scapegoating
(Kambing Hitam)
Ketika sumber kekecewaan tidak dapat
digunakan membalas dendam sebab hal ini sumber prasangka juga mempunyai
kekuatan penuh atau tidak dapat dicapai, suatu kelompok melalui orang yang
berprasangka menawarkan yang secara sosial dapat diterima.
d. Competition
(Persaingan)
Persaingan antarkelompok mungkin
membimbing ke arah prasangka dan diskriminasi
e. Economical
Explanations (Penjelasan Ekonomi)
Teori penjelasan ekonomi berisi bahwa
prasangka dan diskriminasi terjadi karena melengkapi kelompok dalam kekuatan.
B. Sumber Prasangka : Perbedaan
Pandangan
1.
Konflik
Langsung Antarakelompok: Kompetisi Sebagai Sumber Prasangka
Kenyataan ini berfungsi sebagai dasar
untuk, mungkin menjelaskan prasangka yang paling tua-Teori Konflik Realistik (contoh, Bobo, 1983) dalam Baron and Byrne
(2003). Menurut pandangan ini, prasangka berarkar dari kompetisi antar-kelompok
social, untuk memperoleh komoditas berharga atau kesempatan. Pendeknya,
prsangka berkembang dari perjuangan untuk memperoleh pekerjaan, perumahan yang
layak, dan hasil yang dinginkan. Teori tersebut lebih jauh lagi menyatakan
bahwa kompetisi seperti itu terus berlanjut, anggota kelompok yang terlibat di
dalamnya mulai memandang satu sama lain dalam pandangan negative yang terus
meningkat. Contoh, tawuran remaja, tawuran tersebut telah menjadi kegiatan yang
turun temurun pada sekolah tersebut. umumnya kelompok pelajar (geng) memiliki
pandangan negative kepada kelompok pelajar (geng) sekolah lain terlebih apabila
tawuran yang menjadi tradisi pada sekolah tertentu.
2.
Pengalaman
awal
Berdasarkan pandangan proses belajar social, anak memperoleh
sikap negative dari melalui berbagai kelompok social karena mereka mendengar
pandangan tersebut diekspresikan oleh orang tua, guru, teman, dan orang lain,
dank arena mereka secara langsung diberika reward
(berupa cinta, pujian, dan persetujuan) untuk mengadopsi
pandangan-pandangan ini. Pengalaman berinteraksi langsung dengan orang yang
termasuk dalam kelompok lain juga membentuk sikap rasial dan dua aspek
prasangka lain-mempertimbangkan tingkah laku berdasarkan prasangka dan menahan
diri ketika berinteraksi dengan orang yang bersal dari luar kelompok kita
(terutama untuk menghindari pertengkaran atau kejadian yang tidak menyenangkan
dengan mereka; Fazion & Towles-Schwen, 1999 dalam Baron and Byrne, 2003).
Hasil penelitian mengidentifikasi bahwa derajat prasangka orang tua dan
pengalaman langsung seseorang dengan kelompok minoritas di masa kanak-kanak
memainkan peran penting dalam membentuk prasangka rasial. Contoh, Santi sejak
kecil sering mendengar orangtuanya melontarkan komentar-komentar negatif
terhadap orang dari golongan etnis Tionghoa, maka Santi juga akan ikut meyakini
pandangan negatif orang tuanya tentang etnis Tionghoa tersebut. Selain itu, media
massa juga memiliki peran dalam pembentukkan prasangka.
3.
Kategori
Sosial
Menurut teori model identitas in-group umum,
ketika individu yang termasuk dalam kelompok social yang berbeda memandang
diririnya sebagai anggota
dari satu kesatuan social; sikap mereka terhadap satu sama lain menjadi lebih
positif. Sikap yang lebih baik ini kemudian mendorong peningkatan kontak
positif anatara anggota kelompok yang sebelumnya terpisah, dan hal ini, pada
gilirannya menurun lebih jauh bias antarkelompok. Geartner dan koleganya (1990)
dalam Baron and Byrne (2003) menyatakan bahwa sebuh factor kursial adalah
pengalaman kerja sama. Ketika individu yang awalnya termasuk dalam
kelompok-kelompok berbeda bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. kemudian,
perasaan bias atau kebencian kepada out-group-
kepada “mereka” tampaknya memudar bersama dengan prasangka.
4.
Stereotip
Stereotip adalah kerangka perfikir
kognitif yang menyatakan bahwa semua orang yang menjadi bagian dari kelompok
social menunjukan karakteristik yang serupa. Stereotip sangat mempengaruhi
pemikiran social. Contoh, ketika teraktivita, stereotip membuat kita menarik
kesimpulan secara implisit tentang orang lain, kemuadian membuat informasi yang
tidak konsisten dengan stereotip menjadi konsisten dengan stereotip tersebut.
Stereotip implisit dapat diaktivasi secara otomatis oleh berbagai stimulus.
Walaupun kita tidak menyadari aktivasi tersebut, hal tersebut dapat sangat
mempengaruhi pemikiran kita tentang dan tingkah laku kita terhadap orang yang
menjadi sasaran stereotip ini. Contoh, orang yang memiliki prasangka yang
tinggi, berespons lebih cepat terhadap kata-kata yang berhubungan dengan
stereotip dari pada orang dengan prasangka yang lebih rendah.
5. Mekanisme kognitif lain
a) Ilusi tentang hubungan (illusory
correlation) yaitu kecenderungan melebih-lebihkan penilaian tingkah
laku negatif dalam kelompok yang relatif kecil. Efek ini terjadi karena
peristiwa yang jarang terjadi menjadikannya lebih menonjol dan dengan mudah
diingat; b) ilusi homogenitas Out-Group (illution of
out-group homogeneity) yaitu kecenderungan untuk mempersepsikan
orang-orang dari kelompok lain yang bukan kelompoknya sebagai orang yang
serupa. Lawan dari kecenderungan tersebut adalah perbedaan in-group
(in-group differentiation) yaitu kecenderungan untuk
mempersepsikan anggota kelompoknya dalam menunjukkan keragaman yang lebih besar
satu sama lain (lebih heterogen) daripada kelompok-kelompok lain. Contoh, efek
hubungan ilusi, beberapa psikolog social telah menyatakan bahwa efek hubungan
ilusi membantu menjelaskan mengapa banyak orang kulit putih di Amerika Serikat
melebih-lebihkan perkiraan tingkat kejahatan yang dilakukan oleh laki-laki
kulit hitam (Hamilton & Sherman, 1989 dalam Baron and Byrne, 2003). Untuk
banyak alasan konpleks laki-laki muda kulit hitam, ternyata, ditangkap karena
berbagai kejahatan dengan tingkat yang lebih tinggi dari pada laki-laki muda
kulit putih atau laki-laki Asia (United States The Partment Of Jactice, 1994
dalam Baron and Byrne 2003). Akan tetapi, orang kulit putih Amerika cenderung
melebih-lebihkan perkiraan perbedaan ini, dan hal ini dapat diinterprestasikan.
C.
Dampak Prasangka Sosial
Prasangka
sosial menurut Rose, (dalam Gerungan, 1981) dalam artikel Asep (2017) dapat
merugikan masyarakat secara dan umum dan organisasi khususnya. Hal ini terjadi
karena prasangka sosial dapat menghambat perkembangan potensi individu secara
maksimal. Selanjutnya Steplan et all, (1978)
dalam
Asep (2017) menguraikan bahwa prasangka
sosial tidak saja mempengaruhi perilaku orang dewasa tetapi juga anak-anak
sehingga dapat membatasi kesempatan mereka berkembang menjadi orang yang
memiliki toleransi terhadap kelompok sasaran misalnya kelompok minoritas. Rosenbreg
dan Simmons, (1971) dalam Asep (2017) juga menguraikan bahwa prasangka sosial akan
menjadikan kelompok individu tertentu dengan kelompok individu lain berbeda
kedudukannya dan menjadikan mereka tidak mau bergabung atau bersosialisasi.
Apabila hal ini terjadi dalam organisasi atau perusahaan akan merusak
kerjasama. Selanjutnya diuraikan prasangka sosial dapat bertahan dalam jangka
waktu yang lama karena prasangka sosial merupakann pengalaman yang kurang
menyenangkan bagi kelompok yang diprasangkai tersebut. Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian
tentang dampak prasangka sosial di atas adalah bahwa dengan adanya prasangka
sosial akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang dalam berbagai
situasi. Prasangka sosial dapat menjadikan seseorang atau kelompok tertentu
tidak mau bergabung atau bersosialisasi dengan kelompok lain. Apabila kondisi
tersebut terdapat dalam organisasi akan mengganggu kejasama yang baik sehingga
upaya pencapaian tujuan organisasi kurang dapat terealisir dengan baik
D. Upaya Mengurangi dan Mengatasi
Prasangka Sosial
1. Upaya Mengurangi Prasangka Sosial
Prasangka
sosial adalah perilaku yang lebih banyak
merugikan daripada menguntungkan. Oleh karena itu, harus dicari solusi untuk
mengatasi atau mengurangi prasangka sosial. Untuk itu, Manstead dan Hewstone
dalam bukunya The Blackwell Encyclopedia
of Social Psychology memberikan pandangan untuk mengurangi prasangka sosial
dimulai pada pendidikan anak-anak di rumah oleh orangtuanya atau di sekolah
oleh guru-gurunya. Berikut adalah beberapa cara untuk mengatasi atau mengurangi
prasangka sosial.
a. Kontak
atau Hubungan Secara Langsung (Direct Intergroup Contact)
Menurut salah satu
teori hubungan antarkelompok, yaitu the contact hypothesis, anggota kelompok
yang berbeda apalagi melakukan interaksi satu sama lain tidak akan banyak
berprasangka serta muncul sikap antarkelompok dan stereotip yang lebih positif.
Semakin banyak dan erat interaksi yang terjadi, prasangka dan stereotipe
negatif akan berkurang.
b. Mengoptimalkan
Peran Orangtua
Mengoptimalkan perat
orangtua, guru, individu dewasa yang dianggap penting oleh anak dan media massa
untuk membentuk sikap menyukai atau tidak menyukai contoh perilaku yang
ditunjukan.
c. Menyadarkan
Individu untuk Belajar
Menyadarkan individu
untuk belajar membuat perbedaan tentang individu lain, yaitu belajar mengenal
dan memahami individu lain berdasarkan karakteristiknya yang unik, tidak hanya
berdasarkan keanggotaan individu tersebut dalam kelompok tertentu.
d. Tindakan
Hukum
Mengatasi dan
mengurangi prasangka sosial dapat dilakukan dengan penerapan hukum yang
menjungjung tinggi adanya persamaan hak dan pemberian sanksi pada tindakan
diskriminasi berdasarkan ras, suku, agama, jenis kelamin, usia, dan faktor
lainnya. Alasan hukum dapat mengurangi prasangka sosial yaitu sebagai berikut.
1) Hukum
membuat diskriminasi menjadi perbuatan ilegal sehingga akan mengurangi tindakan
yang memojokkan pada kehidupan anggota-anggota minoritas.
2) Hukum
membantu untuk menetapkan atau memantapkan norma-norma dalam masyarakat, yaitu
hukum berperan dalam mendefinisikan jenis-jenis perilaku yang dapat diterima
atau tidak dapat diterima dalam masyarakat.
3) Hukum
mendorong konformitas terhadap perilaku yang nondiskrimi-natif, yang pada
akhirnya akan menghasilkan internalisasi sikap tidak berprasangka melalui
proses persepsi diri atau pengurangan disonansi.
2. Upaya Mengatasi Prasangka
a. Dukungan
sosial dan dukungan institusional
Kerangka sosial dan
dukungan institusional dapat mendorong kontak lebih erat antaretnis yang
berbeda. Dukungan institusional ini diberikan oleh pihal otoritas yang
berwenang. Misalnya pemerintah, sekolah, pemimpin organisasi, orangtua, dan
lain-lain
b. Potensi
untuk saling mengenal
Hubungan antaretnis
yang memungkinkan saling mengenal secara pribadi antaranggota kelompok etnis
yang berbeda dapat mengurangi prasangka secara signifikan. Hubungan itu dalam
waktu yang cukup dan frekuensi yang tinggi, dan adanya kedekatan yang
memungkinkan peluang membangun hubungan erat dan bermakna antara anggota
kelompok etnis yang berkaitan
c. Adanya
status yang setara antara pihak-pihak yang berinteraksi
Dalam masyarakat,
organisasi, atau sekolah harus ada status yang setara antara pihak-pihak yang
berprasangka sebelum terjadi interaksi. Jika satu kelompok etnis lebih dominan
dibandingkan dengan kelompok etnis lain, interaksi antarkelompok etnis belum
tentu dapat mengurangi prasangka. Hal ini dikarenakan sudah ada presdiposisi
sebelumnya bahwa kelompok etnis yang satu lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok etnis yang lain. Misalnya, apabila satu kelompok etnis selalu berada
dalam posisi berkuasa, sedangkan yang lian dikuasai makan hubungan
antarkelompok tidak dapat mengurangi prasangka.
d. Kerja
sama
Anggota suatu kelompok
yang berprasangka terhadap kelompok lain melakukan kerja sama dalam suatu kerja
untuk mencapai tujuan bersama. Tujuan bersama harus konkret, skala kecil, dan
dapat dilakukan bersama-sama. Dengan cara ini mereka saling berinteraksi satu
dengan yang lain sehingga mengetahui dengan tepat keadaan kelompok satu dengan
kelompok lain.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Prasangka adalah
sikap negative terhadap sesuatu. Objek pasangka dapat individu, kelompok, atau
ras. Prasangka mengandung unsur emosi (suka-tidak suka) dan pengambilan
keputusan yang tergesa-gesa, tanpa diawali dengan pertimbangan yang cermat.
Biasanya ada unsur ketidakadilan dalam prasangka karena keputusan yang diambil
didasarkan atas penilaian yang lebih subjektif atau emosional daripada
pertimbangan berdasarkan fakta subjektif. Prasangka memiliki tiga
faktor utama, yaitu stereotip, jarak sosial, dan sikap diskriminasi . Sumber prasangka ada lima yaitu konflik langsung antarakelompok, pengalaman awal, kategori social, stereotip,
mekanisme kognitif lain. Tentunya adanya prasangka ini dapat menganggu
interaksi seseorang dengan orang yang diprasangkainya dan dapat mengganggu
interaksi dalam kelompoknya dan mereka menjadi anggota. Beberapa
cara untuk mengatasi atau mengurangi prasangka sosial adalah dengan kontak atau hubungan secara langsung, mengoptimalkan peran orangtua, mengadarkan inividu untuk belajar, tindakan hukum.
B. Saran
1. Penulis
mengharapkan kepada pembaca agar dapat memahami makna prasangka social
2. Penulis
mengharapkan kepada pembaca agar dapat mengaplikasikan materi di atas dalam
kehidupan sehari-hari.
DAFTAR
PUSTAKA
Annisa Avianti. 2010. Prasangka: Penyebab, Dampak, dan
Cara Mengatasinya. https://annisaavianti.wordpress.com/2010/07/27/prasangka-penyebab-dampak-dan-cara-mengatasinya/. Diakses pada tanggal
23 Okteber 2017 pukul 18.30 WIB.
Arifin, Bambang
Syamsul. 2015. Psikologi Sosial. Bandung: CV Pustaka Setia.
Asep Dhermawan. 2017. Dampak
Prasangka Sosial . https://agroedupolitan.blogspot.co.id/2017/03/dampak-prasangka-sosial.html. Diakses pada tanggal 23 Okteber 2017 pukul 17.00
WIB.
Baron, Robert A., dan Donn Byrne. 2003. Psikologi Sosial. Ed.10. Jakarta: Erlangga.
Prasangka Sosial
1.
Pengertian
Pohon Karier
Pohon
karir kelompok peminatan merupakan media bimbingan dan konseling untuk
memudahkan konseli dalam memahami prospek karir setiap kelompok peminatan.
Pohon harapan atau pohon karir merupakan alat untuk menjaring permasalahan/kebutuhan
serta informasi yang ada dalam diri pengunjung. Harapan/cita-cita yang dituliskan oleh pengunjung menggambarkan harapan yang
ingin diraih oleh masih-masing pengunjung. Peran konseling disini konselor akan
bertanya bagaimana cara atau usaha untuk meraih harapan/cita-cita yang telah digantungkan.
2.
Tujuan
Penggunaan media pohon harapan dalam layanan bimbingan
kelompok untuk menarik minat siswa agar para siswa diharapkan memiliki
gambaran-gambaran harapan untuk masa depannya
3.
Proses
Pembuatan
1) Bahan dasar
Batang
tanaman yang sudah dibersihkan daunnya dan yang memiliki banyak cabang.
Pot
atau wadah untuk menanam batang tanaman.
Karton
berwarna hijau dan merah atau warna lainnya.
Double
tape atau alat perekat lainnya.
Spidol
atau bolpoint.
2) Cara pembuatan
Batang
tanaman yang sudah dibersihkan ditanam dalam pot
Lalu
potonglah karton berwarna hijau menyerupai daun dan karton warna merah
menyerupai bunga.
Setiap
siswa menuliskan nama dan cita-citanya dikarton yang berbentuk daun lalu
menempelkannya di batang yang ditanam.
4.
Manfaat
Dengan menggunakan media pohon harapan, siswa sudah
memiliki gambaran hidup untuk melanjutkan studi, memiliki harapan-harapan untuk
masa depan, dan sudah berani mengungkapkan cita-citanya dihadapan guru BK dan
semua anggota kelompok.
Karena para siswa sudah memiliki harapan-harapan untuk
masa depan, secara otomatis mereka akan memiliki motivasi belajar untuk lebih
rajin dan komitmen untuk mewujudkan cita-citanya.
Dapat menarik minat peserta didik, mudah dipahami
serta dirasakan manfaatnya oleh seluruh siswa dan bisa merubah persepsi siswa
terhadap guru BK yang semula guru BK di pandang sebagai guru killer atau
polisi sekolah, kini menjadi teman yang menyenangkan bagi siswa untuk mencari
segala solusi atas permasalahannya dalam melewati masa perkembangannya sebagai
remaja.